Jumlah nagari di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2016, tercatat masih banyak usulan pemekaran nagari yang diajukan oleh pemerintah kabupaten dan kota di provinsi ini.
Kecenderungan ini sebenarnya sudah terlihat sejak era pasca-reformasi, khususnya setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur urusan pemerintahan, termasuk dalam hal pembentukan dan pemekaran wilayah administratif seperti nagari.
Pemekaran Nagari Bersifat Administratif, Bukan Budaya
Pertambahan jumlah nagari yang terjadi selama ini dilakukan atas dasar kebutuhan administrasi pemerintahan. Artinya, penambahan jumlah nagari dipahami sebagai upaya meningkatkan efektivitas layanan pemerintahan di tingkat paling bawah.
Namun, pertambahan tersebut hanya berlaku dalam konteks organisasi dan struktur pemerintahan. Hal ini tidak serta-merta mencerminkan bertambahnya nagari secara genealogis atau budaya Minangkabau. Dalam tradisi Minangkabau, nagari memiliki nilai historis, kultural, dan adat yang tidak bisa disamakan dengan struktur administratif.
Tidak Selalu Sejalan dengan Sistem Adat Minangkabau

Dalam sistem budaya Minangkabau, nagari bukan sekadar satuan pemerintahan. Nagari juga merupakan unit sosial dan kultural yang memiliki struktur adat, hukum adat, dan garis keturunan matrilineal.
Pertambahan nagari secara administratif kadang tidak selaras dengan struktur adat yang sudah ada sejak lama. Bahkan, pemekaran nagari ini dapat menimbulkan persoalan sosial di masyarakat. Misalnya, terjadinya konflik batas wilayah adat, dualisme kepemimpinan, hingga melemahnya fungsi lembaga adat.
Tantangan Sosial dan Budaya Akibat Pemekaran
Pertambahan nagari bisa memunculkan persoalan sosiologis, terutama jika tidak mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan struktur genealogis masyarakat Minangkabau. Konflik internal bisa terjadi jika nagari baru tidak mendapat pengakuan dari lembaga adat atau masyarakat setempat.
Masalah ini menjadi krusial karena nagari dalam konteks Minangkabau adalah warisan budaya yang sarat nilai dan filosofi. Jika pemekaran hanya berlandaskan pada pertimbangan administratif, maka dikhawatirkan akan menggerus makna asli nagari sebagai sistem adat dan budaya.
Peningkatan jumlah nagari di Sumatera Barat merupakan fenomena nyata yang terjadi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Meskipun hal ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan, perlu diingat bahwa nagari bukan hanya entitas administratif, tetapi juga bagian dari sistem budaya yang kompleks.
Oleh karena itu, setiap upaya pemekaran nagari harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan dampaknya terhadap nilai-nilai adat dan sosial masyarakat Minangkabau. Pendekatan administratif perlu diselaraskan dengan pendekatan budaya agar keberadaan nagari tetap utuh sebagai warisan yang harus dilestarikan.
Sumber artikel Boy Yendra Tamin






[…] Jumlah Nagari di Sumatera Barat Terus Bertambah, Ini Dampak dan Tantangannya […]